PRAKTIK MENIKAHKAN WANITA HAMIL AKIBAT ZINA MENURUT PERSPEKTIF FIKIH SYAFI’IYAH (Studi Kasus di Gampoeng Meunasah Ranto Kecamatan Lhoksukon Kabupaten Aceh Utara)

Record Detail

Skripsi

PRAKTIK MENIKAHKAN WANITA HAMIL AKIBAT ZINA MENURUT PERSPEKTIF FIKIH SYAFI’IYAH (Studi Kasus di Gampoeng Meunasah Ranto Kecamatan Lhoksukon Kabupaten Aceh Utara)

XML

Judul skripsi ini adalah “Praktik Menikahkan Wanita Hamil Akibat Zina Menurut
Perspektif Fikih Syafi’iyah (Studi Kasus di Gampoeng Meunasah Ranto
Kecamatan Lhoksukon Kabupaten Aceh Utara)”. Pernikahan yaitu janji nikah
yang dilaksanakan oleh dua orang dengan maksud meresmikan ikatan perkawinan
secara norma agama, norma hukum, dan norma sosial. Rumusan masalah dalam
skripsi ini yaitu menjelaskan tentang praktik menikahkan wanita hamil akibat zina
di Gampoeng Meunasah Ranto, dan Hukum menikahkan wanita hamil akibat zina
menurut Perspektif Fikih Syafi’iyah. Adapun jenis penelitian adalah penelitian
lapangan (Field Research), yaitu penelitian yang terjun langsung kelapangan guna
mengadakan penelitian objek yang akan dibahas. Pendekatan yang digunakan
dalam penelitian ini adalah pendekatan deskriptif, penggunaan metode ini
bertujuan untuk menggambarkan secara jelas dan detail tentang fakta-fakta dan
fenomena yang diselidiki langsung di lokasi penelitian. Sumber data yang
digunakan terdiri dari dua sumber data, yaitu sumber data primer dan sumber data
sekunder yang terdiri dari bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder. Hasil
penelitian bahwa: Pertama, menikahkan wanita hamil akibat zina harus dilakukan
karena anak yang di kandung perempuan tersebut jika lahir nanti mempunyai ayah
baik dari yang menghamili perempuan tersebut ataupun yang bukan
menghamilinya, sebagaimana juga untuk menutup rasa malu antara pihak si pria
dengan keluarganya dan pihak perempuan dengan keluarganya. Kedua, Hukum
menikahkan wanita hamil akibat zina terjadi perbedaan pendapat di kalangan
ulama, ada yang membolehkan dan ada juga yang tidak. Ulama yang
membolehkan adalah Imam Syafi’i dan Imam Abu Hanifah, mereka
membolehkan akadnya tetapi terdapat perbedaan dalam hal persetubuhan.
Menurut Imam Syafi’i boleh bersetubuh tanpa menunggu istibra’, sedangkan
menurut Imam Abu Hanifah tidak boleh bersetubuh tanpa menunggu istibra’.
Adapun Imam Malik untuk menikahinya mensyaratkan istibra’, sedangkan Imam
Hambali berpendapat tidak boleh menikahi kecuali dengan dua syarat yaitu taubat
dan istibra’. Adapun saran penulis dalam permasalahan ini adalah bagi orang tua
harus menjaga anak-anaknya dengan sebaik-sebaiknya, memberikan perhatian
yang cukup agar anak-anaknya tidak melakukan pergaulan yang bebas diluar
rumah, dan memantau kegiatan anaknya diluar rumah agar tidak terjadi hal-hal
yang tidak diinginkan. Sedangkan bagi seorang anak juga harus mampu menjaga
diri sendiri dan nama baik keluarganya dalam bergaul diluar rumah, jangan
sampai melakukan hal-hal yang merugikan diri sendiri maupun keluarga, seperti
halnya melakukan perbuatan zina.


Detail Information

Penulis
MUKHLIS SAPUTRA - Personal Name
NIP/NIDN/NIM 151108600
Edition
Language
Indonesia
Publisher SYARIAH-AHWAL AL-SYAKHSYIYYAH : IAIN Lhokseumawe.,
Edition
Subject(s)
No Panggil
2X4.541 Muk p

BACA FULLTEX

LOADING LIST...



Information


RECORD DETAIL


Back To Previous  XML Detail