Skripsi
BAI’ AL-WAFA’ MENURUT PERSPEKTIF KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PERDATA DAN FIKIH SYAFI’IYAH
XMLABSTRAK
Penjelasan KUHPerdata dan fikih Syafi’iyah maka terdapat sedikit perbedaan mengenai
Bai’ Al-Wafa’ yaitu dalam KUHPerdata menjelaskan penambahan biaya terhadap barang
yang dibeli kembali. Sedangkan dalam fikih Syafi’iyah tidak menyebutkan penambahan
biaya terhadap barang yang dibeli kembali.Berdasarkan latar belakang di atas maka
peneliti tertarik untuk melakukan sebuah penelitian dengan judul: “Bai’ Al-Wafa’
menurut Perspektif Kitab Undang-undang Hukum Perdata dan Fikih Syafi’iyah.” Adapun
rumusan masalah dalam penelitian ini ialah: 1) Bagaimana Bai’ Al-Wafa’ menurut
perspektif undang-undang hukum perdata dan fikih Syafi’iyah?, 2) Bagaimana perbedaan
dan persamaan Bai Al-Wafa’ menurut perspektif hukum perdata dan fikih Syafi’iyah?. Sementara metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini ialah metode penelitian
kualitatif deskriptif dengan dengan studi yang digunakan ialah kepustakaan, agar
memperoleh gambaran secara keseluruhan tentang penelitian yang dilakukan. Adapun
hasil penelitian yang diperoleh ialah sebagai berikut: Pertama, Bai’ Al-Wafa’ menurut
perspektif undang-undang hukum perdata pasal 367 dan 116, dalam penjelasan undang- undang hukum perdata dapat dipahami bahwa dalam undang-undang hukum perdata
memperbolehkan pelaksanaan bai al-wafa’ karena hal ini untuk memudahkan si pembeli
barang menggunakan barang tersebut. Dikarenakan dalam konsep gadai marhun dilarang
digunakan oleh si penerima barang gadai, sehingga untuk menghalalkan cara tersebut
maka bai’ al-wafa’ dibolehkan menurut keputusan undang-undang hukum perdata.
Namun akad jual beli bai’ al-wafa’ menurut fiqih Syafi’iyah tidak memperbolehkannya
karena Akad jual beli ini adalah bathil karena jual beli ini mengandung unsur penipuan
sebab adanya jahalah (ketidakpastian).Kedua,Perbedaan dan persamaan Bai Al-Wafa’
menurut perspektif hukum perdata dan fikih Syafi’iyah ialah bai’ al-wafa’ jika dijelaskan
dalam kitab undang-undang hukum perdata boleh dilakukan dan sah karena mengikuti
ketentuan imam Hanafi yang memperbolehkannya. Dengan alasan untuk menghindari
riba yang terjadi dalam akad utang piutang. Sementara menurut pendapat ulama fiqih
Mazhab Syafi’i, bai’ al-wafa’ dilarang dilakukan oleh umat muslim karena bai’ al-wafa’ mengandung akad fasid karena ketidak jelasan yang terjadi pada transaksi tersebut, selain
itu berdasarkan dari hadist yang dikutip oleh Imam Syafi’i jual beli yang mempunyai dua
transaksi dalam satu transaksi, maka sama dengan riba, riba merupakan hal yang larang
dalam Islam
Detail Information
Penulis |
CUT NURSA’DAH - Personal Name
|
---|---|
NIP/NIDN/NIM | 141308070 |
Edition | |
Language |
Indonesia
|
Publisher | SYARIAH-HES : IAIN Lhokseumawe., 2019 |
Edition | |
Subject(s) | |
No Panggil |
2X4.2 Cut b
|