Penelitian
SYARIAT ISLAM DAN DISKRIMINASI STRUKTURAL TERHADAP PEREMPUAN DI PEMERINTAHAN (Studi di Kabupaten Aceh Utara, Aceh Besar dan Aceh Barat)
XMLABSTRAK
Pertanyaan pokok yang akan dijawab dalam penelitian ini adalah; apa saja bentuk-bentuk
diskriminasi terhadap perempuan di pemerintahan pasca pelaksanaan syari’at Islam di Aceh?
Mengapa diskriminasi tersebut terjadi? Apa langkah-langkah yang harus ditempuh untuk
menghilangkan diskriminasi terhadap pemerempuan di pemerintahan? Penelitian ini bertujuan
untuk menemukan bentuk, penyebab, dan langkah-langkah yang perlu dilakukan untuk
mengeliminir diskriminasi struktural terhadap perempuan di pemerintahan. Penelitian ini
dilakukan di 3 (tiga) Kabupaten yaitu Aceh Utara, Aceh Besar, dan Aceh Barat. Data primer
penelitian ini adalah perempuan korban diskriminasi baik sebagai anggota legislatif maupun
eksekutif. Data sekunder adalah NGO Perempuan, dokumen resmi pemerintah Aceh/ pemerintah
kabupaten serta literatur yang terkait dengan masalah yang diteliti. Data dikumpulkan dengan
menggunakan metode wawancara mendalam dan dokumentasi. Berdasarkan masalah, tujuan
dan metode di atas, penelitian ini menemukan hal-hal sebagai berikut. Pertama, diskriminasi
terhadap perempuan di eksekutif dan legislatif pasca syari’at Islam di Aceh terjadi dalam berbagai
bentuk dengan beragam pelaku, antara lain perbedaan perlakuan, pembatasan hak, dan
pengucilan yang dilakukan secara langsung atau tidak. Pelakunya adalah negara, tokoh
masyarakat, ulama, masyarakat pada umumnya, serta perempuan sendiri. Kedua, akar penyebab
diskriminasi adalah ideologi yang berbasis tafsir agama dan budaya yang direproduksi secara
institusinal dan komunal. Tafsir agama dan budaya inilah yang melahirkan akibat turunan,
termasuk kebijakan negara yang mendiskreditkan perempuan. Ketiga, untuk mengurangi atau
menghilangkan diskriminasi tersebut dibutuhkan langkah-langkah strategis dan substantif, yang
meliputi upaya; merekonstruksi tafsir agama dan budaya yang diskriminatif, membangun dan
mengorganisir wadah khusus untuk perempuan, mengadvokasi setiap kebijakan daerah,
membangun koalisi, melakukan pengkaderan terhadap ulama muda yang progresif, membuat
regulasi yang membela perempuan, peningkatan kapasitas perempuan, dan perlakuan khusus bagi
perempuan yang mengalami diskriminasi historis. Berdasarkan hasil penelitian atau temuan di atas,
maka di sini akan direkomendasikan beberapa hal; pertama, masalah diskriminasi terhadap
perempuan bukan hanya masalah perempuan, melainkan masalah kemanusiaan. Karena itu, dalam
memperjuangkan perlu melibatkan semua pihak termasuk kaum laki-laki, terutama mereka yang
memiliki perspektif gender yang baik. Kedua, perlu strategi perjuangan yang dapat mengurangi
resistensi dari kaum ulama dan masyarakat, yakni strategi keIslaman dan kebudayaan ala Aceh.
Ketiga, menginventarisir isu-isu aktual ketidak adilan gender dan diskriminasi terhadap perempuan
dan menggali sejarah, pemikiran keIslaman, dan kebudayaan Aceh yang ramah terhadap
perempuan seperti tradisi harta peunulang adat , arsitektur rumah Aceh, tradisi meumee dan
madeung, serta berbagai tradisi lainnya. Semua nilai-nilai yang terkandung di dalamnya harus
disosialisasikan dan direproduksi di tengah kehidupan masyarakat Aceh, terutama untuk
mengcounter tradisi bias gender yang selama ini dikampanyekan dan disosialisasikan di kalangan
masyarakat Aceh.
Detail Information
Penulis | |
---|---|
NIP/NIDN/NIM | 197803022007101004 |
Edition | |
Language |
English
|
Publisher | FEBI-EKONOMI SYARIAH : IAIN Lhokseumawe., 2012 |
Edition | |
Subject(s) | |
No Panggil |