Artikel
PENEMPATAN HAM DAN KESETARAAN GENDER DALAM SISTEMATIKA FIQH DAN USHUL FIQH
XMLABSTRAK
Konferensi HAM Sedunia di Wina yang diikuti oleh lebih dari seratus negara
dan Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) harus diakui tidak dapat
menyelesaikan sama sekali perdebatan tentang konsepsi HAM. Di sisi lain,
wacana kesetaraan gender hingga saat ini masih menimbulkan kontroversi.
Pengikut feminisme dari kalangan muslimat menuntut kesetaraan dengan
cara meninjau kembali istinbath hukum syar‘i yang didominasi kaum lakilaki dan dipengaruhi oleh sistem masyarakat patriakhat. Tujuan dikenakan
hukuman menurut syariat Islam adalah untuk menghindari dari kerusakan;
karena menurut kaidah fiqhiyyah menolak kerusakan diutamakan daripada
menarik kebaikan. Oleh karena itu, segala bentuk hukuman dalam Islam
tidak bertentangan dengan prinsip hak-hak azasi manusia (HAM). Justru
pelaksanaan hukuman itu sendiri untuk menghindari seseorang dari
terjadinya pelanggaran HAM. Karena justru si pelaku tindak pidana itu
sendiri yang telah melanggar HAM dalam Islam. Dalam Islam, perempuan
bisa sama bahagiannya dengan laki-laki. Islam tidak perlu isu kesetaraan
gender yang menyesatkan. Lelaki berlomba shaf paling depan, perempuan
berlomba shaf di belakang, keduanya mendapat ridha Allah. Jalur masingmasing sudah ditetapkan. Lelaki berlomba syahid di medan jihad,
perempuan beribadah di rumahnya, masing-masing mendapat pahala yang
sama. Lelaki mencari nafkah untuk keluarga, perempuan mengurus rumah
dan keluarganya, keduanya mendapat ridha dari Allah.
ABSTRACT
World Human Rights Conference in Vienna, followed by more than one
hundred countries and Non Governmental Organization (NGO) should be
recognized can not be completed at all the debate about the conception of
human rights. On the other hand, the discourse of gender equality is still
causing controversy. Followers feminism among muslimat demand equality
by way of revisiting istinbath syar'i law dominated by men and are
influenced by the public system patriakhat. Interest subject to punishment
according to Islamic law is to avoid damage; because according to the rules
of precedence fiqhiyyah resist damage than attractive goodness. Therefore,
any form of punishment in Islam do not conflict with the principles of human
rights (HAM). It is precisely the implementation of the punishment itself to
prevent someone from human rights violations. For it is precisely the
criminal himself had violated human rights in Islam. In Islam, women can be
just as bahagiannya with men. Islam does not need the issue of gender
equality is misleading. Man race at the front rows, the rows behind women's
race, both get the pleasure of Allah. Each track is already set. Men compete
2
martyrdom in the jihad arena, women worship in the house, each gets the
same reward. Men earn a living for the family, women take care of home and
family, both get the pleasure of Allah.
Detail Information
Penulis |
Dr. H. M. Jafar, SHI., MA - Personal Name
|
---|---|
NIP/NIDN/NIM | 197101012007011088 |
Edition | |
Language |
English
|
Publisher | SYARIAH-AHWAL AL-SYAKHSYIYYAH : ., |
Edition | |
Subject(s) | |
No Panggil |
Ahwal al-Syakhsyiyyah
|